Selasa, 11 April 2017

LIMA PULUH KESESATAN DIEN DEMOKRASI PANCASILA


.
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya serta orang yang berwala’ kepadanya. Amma ba’du.

Ini adalah kajian singkat yang menjelaskan tentang beberapa indikasi destruktif dan bahaya yang ditimbulkan akibat terjun dan berkiprah dalam kancah dien* demokrasi yang banyak orang tertipu dengannya dan menggantungkan harapan mereka kepadanya meskipun hal ini jelas-jelas bertentangan dengan manhaj Allah sebagaimana yang akan dijelaskan dalam kajian yang singkat di bawah ini, apalagi banyak sudah pengalaman pahit yang didapat oleh orang yang tertipu dengan permainan ini dan ditampakkan sisi penyimpangan dan kesesatannya.

1. Dien demokrasi Pancasila (baca: Pancasilatta) dan hal-hal yang berkaitan dengannya berupa partai-partai dan pemilihan umum merupakan manhaj jahiliyah (QS. Al-Maidah: 50) yang bertentangan dengan Islam, maka tidak mungkin dien ini dipadukan dengan dien Islam karena Islam adalah cahaya sedangkan demokrasi Pancasila adalah kegelapan. Dien demokrasi bisa diartikan sebagai sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ini jelas menyesatkan karena memerintah hanyalah hak Allah sebagaimana firman-Nya: "…Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah…" (QS. Al-A’raf: 54).

2. Terjun ke dalam kancah dien demokrasi Pancasila mengandung unsur ketaatan kepada orang-orang kafir baik itu orang Yahudi, Nasrani atau yang lainnya, padahal kita telah dilarang untuk menaati mereka (QS. Ali Imran: 149-150) dan diperintahkan untuk menyelisihi mereka, sebagaimana hal ini telah diketahui secara lugas dan gamblang dalam dienullah. Allah telah memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir sampai mereka tunduk dan patuh (QS. At-Taubah: 29) pada dienullah, tetapi sebaliknya, atas nama dien demokrasi Pancasila mereka justru bisa terpilih menjadi pemimpin-pemimpin yang harus ditaati, padahal kita telah dilarang menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin (QS. An-Nisa: 138-139; Al-Maidah: 51).

3. Dien demokrasi Pancasila memisahkan antara dienullah dan kehidupan, yakni dengan mengesampingkan syari’at Allah (QS. Al-Maidah: 49; Al-Ahzab: 36) dari berbagai lini kehidupan dan menyandarkan hukum kepada rakyat agar mereka dapat menyalurkan hak demokrasi mereka –seperti yang mereka katakan– melalui kotak-kotak pemilu atau melalui wakil-wakil mereka yang duduk di Majelis Perwakilan.

4. Dien demokrasi Pancasila membuka lebar-lebar pintu kemurtadan dan zindiq (tidak berpegang teguh pada agama), karena di bawah naungan sistem thaghut (QS. An-Nisa: 60) ini memungkinkan bagi setiap pemeluk agama, madzhab atau aliran tertentu untuk membentuk sebuah partai dan menerbitkan mass media untuk menyebarkan ajaran mereka yang menyimpang dari dienullah dengan dalih toleransi dalam mengeluarkan pendapat.

5. Dien demokrasi Pancasila membuka pintu syahwat dan sikap permissivisme (menghalalkan segala cara) seperti minum arak, mabuk-mabukan, bermain musik, berbuat kefasikan, berzina, menjamurnya gedung bioskop dan hal-hal lainnya yang melanggar aturan Allah di bawah semboyan demokrasi yang populer ”biarkan dia berbuat semaunya, biarkan dia lewat dari mana saja ia mau”, juga di bawah semboyan “menjaga kebebasan individu”.

6. Dien demokrasi Pancasila membuka pintu perpecahan dan perselisihan, mendukung program-program kolonialisme yang bertujuan memecah-belah dunia Islam ke dalam sukuisme, nasionalisme, negara-negara kecil, fanatisme golongan dan kepartaian.

7. Sesungguhnya orang yang bergelut dengan dien demokrasi Pancasila harus mengakui institusi-institusi dan prinsip-prinsip kekafiran (QS. Asy-Syura: 21), seperti piagam PBB, deklarasi Dewan Keamanan, UUD 1945, undang-undang kepartaian dan ikatan-ikatan lainnya yang menyelisihi syari’at Islam. Jika ia tidak mau mengakuinya, maka ia dilarang untuk melaksanakan aktivitas kepartaiannya dan dituduh sebagai seorang ekstrim dan teroris, tidak mendukung terciptanya perdamaian dunia dan kehidupan yang aman.

8. Dien demokrasi Pancasila memvakumkan hukum-hukum syar’i seperti jihad, hisbah, amar ma’ruf nahi munkar, hukum terhadap orang yang murtad, hukum hudud, hukum qisas, diyat, hukum ta’zir, pembayaran jizyah**, perbudakan dan hukum-hukum lainnya.

9. Orang-orang murtad dan munafiq dalam naungan dien demokrasi Pancasila sering kali dikategorikan ke dalam warga negara yang potensial, baik dan mukhlis, padahal dalam tinjauan syar’i mereka adalah orang-orang yang harus dihukum dan diwaspadai. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia." (HR. Bukhari dan Muslim).

10. Demokrasi Pancasila dan pemilu bertumpu kepada suara mayoritas (terbanyak) tanpa tolok ukur yang syar’i. Siapapun, termasuk orang-orang kafir, boleh mencalonkan diri menjadi calon wakil rakyat atau calon pemimpin karena yang menentukan terpilih atau tidaknya mereka adalah suara mayoritas.

11. Dien Pancasila ini membuat kita lengah akan tabiat pergolakan antara jahiliyah dan Islam, antara haq dan bathil, karena keberadaan salah satu di antara keduanya mengharuskan lenyapnya yang lain, selamanya tidak mungkin keduanya akan bersatu. Dalam dien Pancasila, keduanya bercampur dan berdampingan (QS. Al-Baqarah: 42).

12. Dien demokrasi Pancasila ini akan menyebabkan terkikisnya nilai-nilai aqidah yang benar yang diyakini dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia, akan menyebabkan tersebarnya bid’ah yang menyebabkan terjadi perpecahan di kalangan anggota partai karena tidak dipelajari dan disebarkannya aqidah yang benar kepada manusia.

13. Dien demokrasi Pancasila tidak membedakan antara orang yang alim dengan orang yang jahil, antara orang yang mukmin dengan orang kafir, dan antara laki-laki dengan perempuan, karena mereka semuanya memiliki hak suara yang sama, tanpa dilihat kelebihannya dari sisi syar’i. Dalam demokrasi Pancasila, suara seorang pelacur sama dengan suara seorang yang saleh.

14. Dien Pancasila ini menyebabkan terjadinya perpecahan di kalangan para aktivis dakwah dan jamaah-jamaah Islamiyah, karena terjun dan berkiprahnya sebagian dari mereka ke dalam dien ini (mau tidak mau) akan membuat mereka mendukung dan membelanya serta berusaha untuk mengharumkan nama baiknya yang pada gilirannya akan memusuhi siapa yang dimusuhi oleh dien ini dan mendukung serta membela siapa yang didukung dan dibela oleh dien ini, maka ujung-ujungnya fatwa pun akan simpang-siur tidak memiliki kepastian antara yang membolehkan dan yang melarang, antara yang memuji dan yang mencela.

15. Di bawah naungan dien demokrasi Pancasila permasalahan wala’ dan bara’ menjadi tidak jelas dan samar, oleh karenanya ada sebagian orang yang berkecimpung dan menggeluti dien ini menegaskan bahwa perselisihan mereka dengan partai sosialis, partai nasionalis dan partai-partai sekuler lainnya hanya sebatas perselisihan di bidang program saja bukan perselisihan di bidang manhaj dan tak lain seperti perselisihan yang terjadi antara empat madzhab, dan mereka mengadakan ikatan perjanjian dan konfederasi untuk tidak mengkafirkan satu sama lain dan tidak mengkhianati satu sama lain, oleh karenanya mereka mengatakan adanya perselisihan jangan sampai merusakkan kasih sayang antar sesama!

16. Dien Pancasila ini akan mengarah pada tegaknya konfederasi semu dengan partai-partai sekuler, sebagaimana telah terjadi pada hari ini.

17. Sangat dominan bagi orang yang berkiprah dalam kancah demokrasi Pancasila akan rusak niatnya, karena setiap partai berusaha dan berambisi untuk membela partainya serta memanfaatkan semua fasilitas dan sarana yang ada untuk menghimpun dan menggalang massa yang ada di sekitarnya, khususnya sarana yang bernuansa religius seperti ceramah, pemberian nasehat, ta’lim, shadaqah dan lain-lain.

18. (Terjun ke dalam kancah demokrasi Pancasila) juga akan mengakibatkan rusaknya nilai-nilai akhlaq yang mulia seperti kejujuran, transparansi (keterusterangan) dan memenuhi janji, serta menjamurnya kedustaan, berpura-pura (basa-basi) dan ingkar janji.

19. Demikian pula akan melahirkan sifat sombong dan meremehkan orang lain (QS. Luqman: 18) serta bangga dengan pendapatnya masing-masing karena yang menjadi inti permasalahan adalah mempertahankan pendapat.

20. Kalau kita mau mencermati dan meneliti dengan seksama, berikrar dan mengakui dien demokrasi berarti menikam/menghujat para Rasul dan risalah/misi kerasulan mereka (QS. An-Nahl: 36), karena al-haq (kebenaran) kalau diketahui melalui suara yang terbanyak dari rakyat, maka tidak ada artinya diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab-kitab, apalagi biasanya ajaran yang dibawa oleh para Rasul banyak menyelisihi mayoritas manusia yang menganut aqidah yang sesat dan menyimpang serta memiliki tradisi-tradisi jahiliyah. Kebenaran itu hanyalah bersumber dari Allah, baik mayoritas menyukainya atau tidak, sebagaimana firman-Nya: “Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.” (QS. Al-Baqarah: 147; Ali Imran: 60).

21. Dien demokrasi Pancasila membuka pintu keraguan dan syubhat serta menggoncangkan aqidah umat Islam, terlebih lagi kita hidup di masa dimana ulama rabbani-nya sangat sedikit sedang kebodohan tersebar dimana-mana. Maka lantaran terbatasnya ilmu, banyak orang-orang awam yang jiwanya down dan goncang dalam menghadapi gelombang besar dan arus deras dari berbagai partai, surat kabar, dan pemikiran-pemikiran yang destruktif.

22. Melalui dewan-dewan perwakilan dapat diketahui bahwa sesungguhnya dien demokrasi berdiri di atas asas tidak mengakui adanya Al-Hakimiyah Lillah (hak pemilikan hukum bagi Allah sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-An’am: 57), maka terjun ke dalam dien demokrasi kalau bertujuan untuk menegakkan argumen-argumen dari Al-Quran dan Sunnah maka hal ini tidak mungkin diterima oleh anggota dewan karena yang dijadikan hujjah oleh mereka adalah suara mayoritas dan andapun mau tidak mau harus mengakui suara mayoritas tersebut, maka bagaimana anda akan menegakkan hujjah dengan Al-Quran dan Sunnah sedangkan mereka tidak mengakui keduanya. Meskipun anda menguatkan (argumen anda) dengan berbagai dalil-dalil syar’i maka dalam pandangan mereka hal itu tidak lebih dari sekedar pendapat anda saja, bagi mereka dalil-dalil tersebut tidak memiliki nilai sakral sedikitpun karena mereka menginginkan –seperti yang mereka katakan– untuk membebaskan diri dari hukum ghaib yang tidak bersumber dari suara mayoritas dan pertama kali yang mereka tentang adalah hukum Allah dan Rasul-Nya. Maka pengakuan anda terhadap prinsip thaghut ini –yakni kebijakan hukum di tangan suara mayoritas dan pengakuan anda akan hal itu demi memenuhi tuntutan massamu– berarti meruntuhkan prinsip “hak pemilikan dan penentuan hukum mutlaq bagi Allah semata”. Dan manakala anda menyepakati bahwa suara mayoritas merupakan hujjah yang dapat menyelesaikan perselisihan maka tidak ada gunanya lagi anda membaca Al-Quran dan hadits karena keduanya bukan hujjah yang disepakati di antara kalian.

23. Kita tanyakan kepada para aktivis dakwah yang tertipu dengan dien demokrasi ini: Jika kalian sudah sampai pada tampuk kekuasaan apakah kalian akan menghapuskan demokrasi dan melarang eksisnya partai-partai sekuler? Padahal kalian telah sepakat dengan partai-partai lain sesuai dengan undang-undang kepartaian bahwa pemerintahan akan dilaksanakan secara demokrasi dengan memberi kesempatan kepada seluruh partai untuk berpartisipasi aktif. Jika kalian mengatakan bahwa dien demokrasi ini akan dihapus dan partai-partai sekuler dilarang untuk eksis berarti kalian berkhianat dan mengingkari perjanjian kalian meskipun perjanjian tersebut (pada hakekatnya) adalah bathil. 

24. Dien demokrasi Pancasila bertentangan dengan prinsip taghyir (perubahan) dalam Islam yang dimulai dari mencabut segala yang berbau jahiliyah dari akar-akarnya lalu meng-ishlah (memperbaiki) jiwa-jiwa manusia. Dien demokrasi justru melegalkan dan melahirkan aturan-aturan jahiliyah.

25. Dien Pancasila ini bertentangan dengan nash-nash yang qath’i yang mengharamkan menyerupai orang-orang kafir baik dalam akhlaq, gaya hidup, tradisi ataupun sistem dan perundang-undangan mereka.

26. Dan yang sangat membahayakan, dien demokrasi Pancasila dan pemilu dapat meng-establish-kan (mengukuhkan posisi) orang-orang kafir dan munafiq untuk memegang kendali kekuasaan atas kaum muslimin –dengan cara yang syar’i menurut perkiraan sebagian orang-orang yang jahil. Sebagai contoh, gubernur DKI Jakarta dan wali kota Solo di tahun 2014 ini dijabat oleh orang-orang Nasrani, padahal kedua kota tersebut mayoritas warganya beragama islam.

27. Demokrasi Pancasila mengaburkan dan meruntuhkan pengertian syura (musyawarah) yang benar, karena minimal syura itu berbeda dengan demokrasi dalam tiga prinsip dasar:

a. Dalam sistem syura, sebagai pembuat dan penentu hukum adalah Allah sebagaimana firman-Nya: “…Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah…” (QS. Al-An’am: 57). Sedangkan demokrasi tidak seperti itu karena penentu hukum dan kebijaksanaan berada pada selain Allah (yakni di tangan suara mayoritas).

b. Syura dalam Islam hanya diterapkan dalam masalah-masalah ijtihadi (QS. As-Syura: 38) yang tidak ada nashnya ataupun ijma’, sedangkan demokrasi tidaklah demikian.

c. Syura dalam Islam hanya terbatas dilakukan oleh orang-orang yang termasuk dalam Ahlu’l-Halli wa’l-Aqdi, orang-orang yang berpengalaman dan mempunyai spesifikasi tertentu (QS. An-Nisa: 59), sedangkan demokrasi tidak seperti itu sebagaimana telah dijelaskan pada point terdahulu.

28. Terjun ke dalam kancah demokrasi Pancasila akan dihadapkan pada perkara-perkara kufur dan menghujat syariat Allah, mengolok-oloknya dan mencemooh orang-orang yang berusaha untuk menegakkannya, karena setiap kali dijelaskan kepada mereka bahwa hukum yang mereka buat bertentangan dengan ajaran Islam, mereka akan mencemooh syariat Islam yang bertentangan dengan undang-undang mereka dan mencemooh orang-orang yang berusaha untuk memperjuangkannya (QS. Ali Imran: 23). Maka menutup erat-erat pintu yang menuju ke sana dalam hal ini sangat diperlukan.

29. Masuk ke dalam kancah demokrasi Pancasila dapat menyingkap data-data tentang harakah Islamiyah (gerakan Islam) dan sejauh mana peran dan pengaruhnya terhadap rakyat yang pada gilirannya harakah tersebut akan dihabisi dan dimusnahkan sampai ke markasnya. Maka jelas hal ini sangat merugikan dan membahayakan sekali.

30. Demokrasi Pancasila akan membuat harakah Islamiyah dikendalikan oleh orang-orang yang tidak kufu’ (yang tidak memiliki pengetahunan dan pemahaman tentang dienullah yang cukup), karena yang menjadi pemimpin harus sesuai dengan sistem kerja partai dan pelaksanaan programnya harus sesuai dengan asas pemilu.

31. Dari hasil kajian dan pemantauan langsung di lapangan telah terbukti gagal dan tidak ada manfaatnya dien ini, di mana banyak para aktivis dakwah di pelbagai negara seperti Mesir, Aljazair, Tunisia, Yordania, Yaman, dan lain-lain yang telah ikut berperan dalam pentas demokrasi, namun hasilnya sama-sama telah diketahui “hanya sekedar mimpi dan fatamorgana”, sampai kapan kita masih akan tertipu?

32. Orang yang mau memperhatikan dan mencermati akan tahu bahwa dien demokrasi Pancasila akan menyimpangkan alur shahwah Islamiyah (kebangkitan Islam) dari garis perjalanannya, melalaikan akan tujuan dasarnya dan juga akan menjurus kepada perubahan total yang mendasar dan menyeluruh, yang hanya bertumpu pada prediksi dan khayalan belaka.

33. (Diberlakukannya dien demokrasi Pancasila) berarti menafikan peran ulama dan menghilangkan kedudukan mereka di mata masyarakat padahal merekalah yang memiliki ilmu dan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar (QS. Fathir: 28), karena mereka sudah tidak lagi ditaati dan dijadikan sebagai pemimpin lantaran kebijaksanaan hukum berada di tangan mayoritas. Sebagai contoh, setiap fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (fatwa MUI) selalu diperlakukan tidak lebih dari sekedar himbauan saja karena fatwa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

34. Dien demokrasi Pancasila memupuskan minat dan semangat untuk mendalami ilmu syar’i dan tafaqquh fi’d-dien dan menyibukkan manusia dalam hal-hal yang tidak bermanfaat.

35. Dien demokrasi Pancasila menyebabkan terhentinya ijtihad, karena tidak ada istilah mujtahid dan muqollid dalam barometer demokrasi, semuanya adalah mujtahid tanpa perlu memiliki perangkat ijtihad atau melihat kepada dalil-dalil syar’i.

36. Dien Pancasila ini dapat menyebabkan hancur dan binasanya harakah Islamiyah, karena sering kali harakah-harakah ini bertikai dan berkonfrontasi dengan orang-orang yang menyelisihi mereka tanpa mempunyai kemampuan dan persiapan untuk menghadapi musuh.

37. Menurut sebagian aktivis dakwah, tujuan mereka masuk ke dalam dien demokrasi ini adalah untuk menegakkan hukum Allah. Padahal mereka tidak akan mewujudkannya kecuali dengan mengakui bahwa rakyat adalah sebagai penentu dan pembuat hukum, ini berarti ia telah menghancurkan tujuan (yang ingin dicapainya) dengan sarana yang dipergunakannya.

38. Demokrasi Pancasila adalah sebuah dien yang menipu rakyat pada hari ini, dengan propagandanya hukum berada di tangan rakyat dan rakyatlah sebagai pemegang keputusan, padahal sering kali hanya sebagian kecil orang (wakil rakyat) yang mengambil keputusan dengan mengatasnamakan rakyat.

39. Demokrasi Pancasila menyita dan menghabiskan waktu dan tenaga para ulama dan aktivis dakwah, dan membuat mereka lalai dari membina umat dan dari berkonsentrasi untuk mengajarkan dienul Islam kepada manusia.

40. Dalam dien demokrasi Pancasila kekuasaan dibatasi sampai pada masa tertentu, jika masanya telah berakhir maka ia harus turun untuk digantikan dengan yang lainnya, kalau tidak maka akan terjadi pertikaian dan peperangan, padahal bisa jadi sebenarnya dialah yang paling berhak (karena memiliki kemampuan dan kecakapan yang memenuhi persyaratan sebagai seorang pemimpin) namun karena masa jabatannya telah habis ia diganti oleh orang lain yang tidak memiliki kemampuan seperti dirinya. Maka hal ini akan membuka pintu fitnah dan sikap membelot dari penguasa yang sah, padahal telah diketahui bahwa keluar (membelot) dari penguasa itu tidak boleh kecuali jika penguasa tersebut terlihat melakukan kekafiran yang nyata dan pembelotannya dapat mewujudkan kemaslahatan yang berarti serta memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut.

41. Dewan-dewan perwakilan adalah dewan-dewan thaghut (QS. At-Taubah: 31) yang tidak dapat dipercaya untuk mengakui bahwa pemilik dan penentu hukum secara mutlaq adalah Allah (QS. Al-An’am: 57; Yusuf: 40), maka tidak boleh duduk bersama mereka di bawah payung dien demokrasi.

42. Demokrasi Pancasila pada hakekatnya menikam (menghujat) Allah serta melecehkan hikmah dan syariat-Nya (QS. Ali Imran: 23; Al-Maidah: 44-50). 

43. Di bawah naungan dien demokrasi Pancasila berbagai bid’ah dan kesesatan dengan berbagai macam pola tumbuh subur dan orang-orang yang menyerukannya dari berbagai aliran, thoriqot dan firqoh seperti Ahmadiyah, Syiah, Rafidlah, Sufiah, Mu’tazilah, Kebatinan, Kejawen, Ma’rifat, Islam Liberal dan lain-lainnya pun bermunculan. Bahkan di bawah naungan dien ini mereka mendapatkan dukungan dan dorongan dari orang-orang munafik yang berada di dalamnya dan juga dari kekuatan-kekuatan yang terselubung dari pihak luar.

44. Sebaliknya, bertubi-tubi tuduhan dan dakwaan ditujukan kepada para aktivis dakwah dengan menjelekkan citra mereka di mata masyarakat umum sehingga mereka dijuluki sebagai pencari kedudukan, harta dan jabatan, dan mereka juga dijuluki sebagai penjilat dan masih banyak lagi julukan-julukan dusta lainnya sebagai akibat diberlakukannya asas bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat serta menghujat harga diri orang lain.

45. Orang yang berada di dalam dien Pancasila ini dipaksa untuk bergabung dalam satu barisan bersama partai-partai murtad dan zindiq dalam mempertahankan prinsip-prinsip jahiliyah seperti deklarasi-deklarasi internasional, kebebasan pers, kebebasan berfikir, kebebasan berekspresi dan lain-lain.

46. Dien Pancasila ini akan mengakibatkan hancurnya perekonomian dan disia-siakannya harta rakyat, karena anggaran belanja negara akan dialokasikan oleh partai-partai berkuasa demi memenuhi ambisi mereka dengan membangun gedung-gedung dan menjalankan kampanye pemilihan umum sesuai dengan yang mereka rencanakan dan agar partai-partai tersebut dapat mewujudkan pembelian dukungan (penggalangan dan pengumpulan massa) dengan iming-iming materi yang menggiurkan.

47. Dien Pancasila ini memadukan antara haq dan bathil (QS. Al-Baqarah: 42), jahiliyah dan Islam (QS. Al-Maidah: 50), serta antara ilmu dan kebodohan.

48. Demokrasi Pancasila mencabik-cabik jati diri umat Islam dan menjatuhkan kewibawaan mereka melalui penghujatan atas syari’at dan tuduhan bahwa syari’at tersebut sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zaman (QS. Ali Imran: 23; Al-An’am: 114-116), juga melalui pengebirian sejarah dan hukum Islam dan mengilustrasikan bahwa Islam itu diktator tidak seperti demokrasi. Di samping itu, demokrasi berarti meleburkan umat Islam secara membabi buta ke dalam satu wadah bersama orang-orang barat dari golongan Yahudi dan Nasrani yang memendam dendam kesumat kepada umat Islam.

49. Dien Pancasila ini akan membuat labilnya keamanan suatu negeri dan terjadinya persaingan antar partai yang tidak berujung pangkal, maka manakala dien ini diterapkan di suatu negara, niscaya akan tersebar rasa takut, cemas, persaingan antar penganut aqidah, aliran, fanatisme golongan dan keturunan, sikap oportunis dan bentuk-bentuk persaingan tidak sehat lainnya.

50. Kalaupun ada kemaslahatan yang dapat dipetik dari berkiprah dalam demokrasi Pancasila dan pemilihan umum, kemaslahatan ini masih bersifat parsial dan masih samar jika dibandingkan dengan sebagian kerusakan besar yang ditimbulkannya apalagi jika dibandingkan dengan keseluruhannya. Dan orang yang mengamati secara obyektif atas sebagian yang telah disebutkan akan menjadi jelas baginya ketimpangan sistem thaghut ini dan jauhnya dari dienullah bahkan sesungguhnya demokrasi adalah aliran dan dien yang paling berbahaya yang dipraktekkan di dunia saat ini, ia merupakan induk kekafiran, dimana memungkinkan setiap aliran dan dien baik itu Yahudi, Nasrani, Majusi, Budha, Hindu, Konghucu dan Islam untuk hidup di bawah naungannya. Dalam barometer demokrasi semua pendapat mereka dihargai dan didengar, mereka berhak untuk mempraktekkan dan mengamalkan aqidah mereka dengan seluruh sarana dan fasilitas yang ada (bertentangan dengan QS. An-Nahl: 36; At-Taubah: 29). Cukuplah hal ini sebagai tanda zindiq dan keluar dari dien Islam, maka bagaimana mungkin setelah ini dikatakan sesungguhnya demokrasi itu sesuai dengan dien Islam atau Islam itu adalah dien demokrasi atau demokrasi itu adalah syura sebagaimana dikatakan oleh sejumlah orang yang menggembar-gemborkan dien ini sebagai dien Islam.

Pembahasan ini adalah untuk menunjukkan kepada kita tentang kesesatan yang nyata dari dien demokrasi Pancasila beserta UUD 1945, sehingga tidak ada lagi kesamaran bagi kita untuk menyatakan sesat kepada siapa saja yang menerima dien Pancasila dan UUD 1945, membanggakannya, serta mengamalkannya baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Dasar Negara RI, pandangan hidupnya, dan sumber kejiwaannya bukan “Laailaahaillallah”, tapi falsafah Pancasila thaghutiyyah syaithaniyyah yang berasal dari ajaran syaitan manusia, bukan dari wahyu samawi Illahi. 

Apakah mereka mempunyai syuraka (sekutu-sekutu) yang mensyariatkan untuk mereka dien (peraturan/undang-undang) yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (QS. Asy-Syura: 21)

Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapakah kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu mengambil keputusan? Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya? Bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu. Atau apakah kamu memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami yang tetap berlaku sampai hari kiamat, sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)? (QS. Al-Qalam: 35-39)


Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al Kitab, mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum diantara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran). (QS. Ali Imran: 23)

…Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak menghukumi (memutuskan perkara) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah: 44)

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah** dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. At-Taubah: 29)

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 36)

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (QS. Al-Mujadilah: 22)

Keterangan: 
Dien adalah kata Arab yang berarti sistem, sistem hidup, ajaran, peraturan, hukum, undang-undang, konstitusi, kekuasaan, ketundukan, penghakiman. Karena itu, demokrasi, nasionalisme, kapitalisme, marxisme, sosialisme, komunisme, sekulerisme termasuk macam-macam dien. Hal ini berdasarkan firman Allah: "...Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut dien raja..." (QS. Yusuf: 76), dan firman-Nya:"Sesungguhnya dien di sisi Allah hanyalah Islam..." (QS. Ali Imran: 19), serta firman-Nya: "...janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) dien Allah..." (QS. An-Nur: 2). 

** Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam (Ahli Kitab dan Majusi), sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.


EmoticonEmoticon